Ibu Warsi, Menjadi Tulang Punggung dengan Berjualan Takjil
Ramadhan menjadi momen yang penuh berkah bagi semua umat muslim. Tidak heran jika satu bulan penuh ini banyak dihabiskan untuk beribadah, seperti tadarus Al-Qur’an, sedekah, berdzikir, solat tarawih, dan masih banyak lagi. Bekerja pun menjadi bagian dari ibadah. Dengan hati yang tulus untuk mencari nafkah, pahala pun tidak akan berhenti mengalir. Ini banyak dilakoni juga oleh para perempuan tangguh yang berjuang untuk bertahan hidup.
Sebut saja namanya Ibu Warsi. Di bulan suci ramadhan ini, ia berjualan di sekitar jalan Haji Gaim, Petukangan Utara, Jakarta Selatan. Namun, kondisi bulan ramadhan saat ini tidak sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Semenjak Covid-19 melanda hampir seluruh dunia, pemerintah mulai memberlakukan aturan pembatasan sosial, bahkan lockdown di beberapa belahan dunia. Untuk itu, Ibu Warsi sempat resah karena dagangannya akan sepi dari pembeli.
Sosok Bu Warsi

Bu Warsi merupakan sosok perempuan paruh baya yang sampai detik ini masih berusaha untuk memerangi hidup yang semakin sulit. Di usianya yang sudah menginjak 63 tahun, ia masih berupaya untuk bisa meraup pundi-pundi rupiah. Ini tentu saja bukan tanpa alasan. Suaminya yang sudah tua renta tidak bisa lagi berperan sebagai tulang punggung keluarga. Suaminya kerap sakit-sakitan, sehingga mau tidak mau Bu Warsi harus menggantikan perannya.
Sebelum bulan ramadhan, Bu Warsi berprofesi sebagai tukang jamu. Ia berkeliling setiap pagi untuk mendapatkan pelanggan. Jika sedang ramai, penghasilan yang didapatkan bisa mencapai 100 ribu rupiah per harinya. Sebaliknya, Bu Warsi hanya mengantongi recehan saja jika sedang sepi pembeli. Meskipun demikian, perempuan lansia yang mengontrak di Jl. Hj. Gaim RT 005/02 Petukangan Utara, Ciledug, Tangerang tersebut masih mensyukuri nikmat yang ia dapatkan.
Selain berjualan jamu, Bu Warsi selalu memanfaatkan kesempatan ramadhan untuk berjualan candil dan bubur sumsum. Makanan tersebut menjadi takjil favorit saat ramadhan tiba. Ia menjual candil dan bubur sumsum masing-masing seharga 7 ribu rupiah. Untuk menarik perhatian pembeli, ia menyusun rapi dagangannya pada gerobak berwarna biru. Namun, dengan adanya pandemi ini, penghasilan yang didapatkan Bu Warsi tidak sebesar seperti tahun-tahun sebelumnya.
Uang yang didapatkan tidak hanya digunakan untuk mengenyangkan perut saja. Selama ini , Bu Warsi masih mengontrak, sehingga mau tidak mau ia harus menyisihkan sebagian uangnya untuk membayar kontrakan. Kepedulian anak-anaknya pun terbilang cukup memprihatinkan Tidak ada satu pun yang peduli pada kondisi Bu Warsi dan suaminya. Meskipun demikian, Bu Warsi tetap berusaha untuk mandiri tanpa mengandalkan orang lain terlebih anak-anaknya.
Kebaikan untuk Bu Warsi
Apa pun yang dilakukan Bu Warsi, tak lain adalah untuk kebaikan dirinya sendiri dan suaminya. Meskipun usianya tidak muda lagi, ia rela banting tulang agar tetap bisa bertahan hidup. Untuk itu, Bu Warsi patut menjadi contoh untuk kita semua untuk senantiasa melakukan kebaikan. Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah dengan menggunakan produk asuransi syariah Allianz, yaitu AlliSya Protection Plus. Asuransi ini mampu memberikan proteksi jiwa pada orang-orang di sekitar kita, sehingga masa depan menjadi lebih tenang.
Selain itu, Anda juga bisa membantu sesama peserta asuransi dengan fitur wakaf Asuransi Syariah Indonesia. Dengan memberikan sebagian dana musibah untuk peserta asuransi yang lebih membutuhkan, Anda sudah memberikan kebaikan yang tidak ternilai.
#AwaliDenganKebaikan untuk memberikan manfaat lebih untuk orang-orang di sekitar kita. Perjuangan yang dilakukan oleh Bu Warsi layak untuk mendapatkan apresiasi. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama membantu Bu Warsi untuk memenangkan apresiasi berupa paket umroh dari Allianz.